27 February 2015

Ekuivalensi Kegiatan Pembelajaran/Pembimbingan berlaku terbatas, tidak berlaku untuk Sekolah Dasar

Adanya kebijakan untuk kembali pada Kurikulum Tahun 2006 berdampak pada terjadinya sebagian guru tidak terpenuhi beban mengajar 24 jam tatap muka per minggu berdasarkan Kurikulum Tahun 2006. Akibatnya adalah mereka tidak akan memperoleh SKTP sebagai dasar untuk memperoleh tunjangan profesi.

Untuk mengatasi kondisi pemenuhan beban mengajar - agar mereka memperoleh tunjangan profesi, dibuat Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang terkait dengan ekivalensi kegiatan pembelajaran pembimbingan di luar tatap muka sebagai bagian dari pemenuhan beban kerja tatap muka minimal 24 jam per minggu. Khusus untuk jenjang SMP, hanya rombel yang terdaftar pada data dapodik semester pertama tahun ajaran 2014/2015 sebagai rombel yang melaksanakan kurikulum 2013.

Kegiatan Pemilihan Ketua OSIS Ekuivalensi sendiri dapat diartikan sebagai ‘senilai’, yang dalam konteks ini diartikan beberapa kegiatan di luar jam tatap muka diakui senilai dengan jam tatap muka di kelas, diantaranya :

No

Kegiatan

Jumlah Kegiatan/Kelas/ Kelompok/Orang

Ekuivalensi Beban Kerja Per Minggu

1 Walikelas Satu kelas per tahun 2 Jampel
2 Membina OSIS Pengurus OSIS 1 jam pelajaran
3 Menjadi guru piket 1 kali dalam seminggu 1 jam pelajaran
4 Membina kegiatan ekstrakurikuler, seperti OSN, Keagamaan, Pramuka, Olah raga, Kesenian, UKS, PMR, Pencinta Alam, dan KIR Satu paket per tahun 2 jam pelajaran
5 Menjadi tutor Paket A, Paket B, Paket C, Paket C Kejuruan, atau program pendidikan kesetaraan Jam pelajaran per minggu Sesuai dengan alokasi jam pelajaran per minggu, maksimal 6 jam pelajaran

Ekuivalensi kegiatan pembelajaran/pembimbingan ini diakui paling banyak 25% beban mengajar guru atau 6 jam tatap muka per minggu yang dibuktikan dengan bukti fisik.dan hanya berlaku sampai dengan 31 Desember 2016. Sehingga pada 1 Januari 2017 guru yang memenuhi 24 jam tatap muka per minggu dengan melakukan ekuivalensi kegiatan pembelajaran harus dapat menyesuaikan kembali jumlah jam tatap muka per minggu sebanyak minimal 24 jam sesuai dengan peraturan yang berlaku

Kegiatan pembelajaran/pembimbingan di luar tatap muka yang dapat diekuivalensikan sebagai bagian dari pemenuhan beban kerja tatap muka minimal 24 jam per minggu, diperuntukkan bagi guru SMP/SMA/SMK yang mengajar mata pelajaran tertentu pada rombongan belajar yang melaksanakan Kurikulum 2013 pada semester pertama menjadi Kurikulum Tahun 2006 pada semester kedua tahun pelajaran 2014/2015.

Perlu diingat bahwa bukan mata pelajarannya yang diekuivalensi, akan tetapi guru yang mengajar mata pelajaran tertentu pada rombongan belajar yang melaksanakan Kurikulum 2013 pada semester pertama menjadi Kurikulum Tahun 2006 pada semester kedua tahun pelajaran 2014/2015 yang dapat melakukan ekuivalensi kegiatan pembelajaran/ pembimbingan di luar tatap muka sebagai bagian dari pemenuhan beban kerja tatap muka minimal 24 jam per minggu.

Mereka yang terkena dampak adalah yang mengajar :

  • Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan Alam, Matematika, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, Seni Budaya, dan TIK pada SMP,
  • Mata pelajaran Geografi, Matematika, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, Sejarah, dan TIK pada SMA dan
  • Mata pelajaran Bahasa Indonesia, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan, Sejarah, dan TIK/KKPI pada SMK.

Dengan demikian ekuivalensi ini tidak berlaku bagi guru-guru pada Sekolah Dasar karena guru di sekolah dasar merupakan guru kelas, yang beban kerjanya sudah bisa mencukupi 24 jam tatap muka per minggu dan bahkan bisa lebih dari itu berdasarkan struktur program kurikulum.

Adapun guru mata pelajaran Pendidikan Agama dan guru Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan di Sekolah Dasar. alokasi waktu mata pelajaran tersebut dalam struktur kurikulum SD berdasarkan Kurikulum 2013 dan Kurikulum Tahun 2006 tidak mengalami perubahan, sehingga tidak ada masalah dalam pemenuhan beban mengajar minimal 24 jam tatap muka per minggu jika rombongan belajarnya mencukupi.

Apabila rombongan belajarnya tidak mencukupi, guru-guru mata pelajaran tersebut, terutama yang telah bersertifikat pendidik tidak hanya dapat mengajar di sekolahnya, namun juga bisa mengajar di SD lain, SMP, SMA, atau SMK untuk mata pelajaran yang sama dengan sertifikat pendidiknya. Dengan demikian tidak diperlukan kegiatan ekuivalensi dalam pemenuhan beban mengajarnya.

Referensi :

  1. Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Ekuivalensi Kegiatan Pembelajaran/Pembimbingan Bagi Guru yang Bertugas pada SMP/SMA/SMK yang melaksanakan Kurikulum 2013 pada semester pertama menjadi Kurikulum Tahun 2006 pada semester kedua Tahun Pelajaran 2014/2015

  2. Buku Tanya Jawab tentang EKUIVALENSI KEGIATAN pembelajaran/pembimbingan bagi guru yang bertugas pada SMP/SMA/SMK yang melaksanakan kurikulum 2013 pada semester pertama menjadi kurikulum tahun 2006 pada semester kedua

3 komentar

ada guru yg yg terdampak tpi sebenarnya guru tsb jjmnya sdh 24 gimana pak?

Tidak perlu memanfaatkan Ekuivalensi kegiatan pembelajaran/pembimbingan karena jjm nya sudah cukup 24. Kalaupun mau dimanfaatkan juga tidak masalah.

sekolah yang tidak mempunyai sk penetapan kurtilas apakah boleh melaksanakan kurikulum 2013 apakah dianggap syah atau tidak

Aku hanya guru Go-Blog yang suka berbagi informasi demi kemajuan dunia pendidikan.